ASKEP GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER

A. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan/Keperawatan
Keluhan Utama :
§ Nyeri dada
§ Sesak nafas
§ Edema
2. Riwayat Kesehatan
Digunakan untuk mengumpulkan data tentang kebiasaan yang mencerminkan refleksi perubahan dan sirkulasi oksigen.
§ Nyeri à lokasi, durasi, awal pencetus, kwalitas, kuantitas, factor yang memperberat/memperingan, tipe nyeri.
§ Integritas neurovaskuler à mengalami panas, mati rasa, dan perasaan geli.
§ Status pernafasan à sukar bernafas, nafas pendek, orthopnoe, paroxysmal nocturnal dyspnoe dan efek latihan pada pernafasan.
§ Gangguan sirkulasi à peningkatan berat badan, perdarahan, pasien sudah lelah.
§ Riwayat kesehatan sebelumnya à penyekit yang pernah diderita, obat-obat yang digunakan dan potensial penyakit keturunan.
§ Kebiasaan pasien à diet, latihan, merokok dan minuman.
3. Riwayat Perkembangan
Struktur system kardiovaskuler berubah sesuai usia.
• Efek perkembangan fisik denyut jantung.
• Produksi zat dalam darah.
• Tekanan darah
4. Riwayat Sosial
• Cara hidup pasien.
• Latar belakang pendidikan
• Sumber-sumber ekonomi.
• Agama.
• Kebudayaan dan etnik.
5. Riwayat Psikologis
Informasi tentang status psikologis penting untuk mengembangkan rencana asuhan keperawatan.
• Mengidentifikasi stress/sumber stress.
• Mengidentifikasi cara koping, mekanisme dan sumber-sumber coping.

B. 11 Pola Kesehatan Fungsional (Gordon)
1. Pola persepsi kesehatan dan penanganan kesehatan : klien merasakan kondisi kesehatan dan bagaimana cara menangani
2. Pola nutrisi/metabolik : gambaran pola makan dan kebutuhan cairan b/d kebutuhan metabolik dan suplai nutrisi
3. Pola eliminasi : gambaran pola fungsi pembuangan (BAB, BAK, melalui kulit)
4. Pola aktifitas/olah raga : gambaran pola aktifitas, olahraga, santai, rekreasi
5. Pola tidur-istirahat : gambaran pola tidur, istirahat, dan relaksasi
6. Pola kognitif dan perceptual : gambaran pola konsep diri klien dan persepsi terhadap dirinya
7. Pola peran/hubungan : gambaran pola peran dalam berpartisipasi / berhubungan dengan orang lain
8. Pola seksualitas/reproduksi : gambaran pola kenyamanan/tidak nyaman dengan pola seksualitas dan gambaran pola reproduksi
9. Pola koping/toleransi stress : gambaran pola koping klien secara umum dan efektifitas dalam toleransi terhadap stress
10. Pola nilai/keyakinan : gambaran pola nilai-nilai, keyakinan-keyakinan (termasuk aspek spiritual), dan tujuan yang dapat mengarahkan menentukan pilihan/keputusan.

C. Pengkajian Fisik
JANTUNG
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan fisik umum dan khusus pada jantung. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik khusus pada jantung, maka penting terlebih dahulu melihat pasien secara keseluruhan/keadaan umum termasuk mengukur tekanan darah, denyut nadi, suhu badan dan frekuensi pernafasan. Keadaan umum secara keseluruhan yang perlu dilihat adalah :
• Bentuk tubuh gemuk/kurus
• Anemis
• Sianosis
• Sesak nafas
• Keringat dingin
• Muka sembab
• Oedem kelopak mata
• Asites
• Bengkak tungkai/pergelangan kaki
• Clubbing ujung jari-jari tangan
Pada pasien khususnya penyakit jantung amat penting melakukan pemeriksaan nadi adalah :
• Kecepatan/menit
• Kuat/lemah (besar/kecil)
• Teratur atau tidak
• Isi setiap denyut sama kuat atau tidak.

INSPEKSI
1. Lihat dan perhatikan impuls dari iktus kordis
Mudah terlihat pada pasien yang kurus dan tidak terlihat pada pasien yang gemuk atau emfisema pulmonum. Yang perlu diperhatikan adalah Titik Impuls Maksimum (Point of Maximum Impulse). Normalnya berada pada ruang intercostals V pada garis midklavikular kiri. Apabila impuls maksimum ini bergeser ke kiri berarti ada pembesaran jantung kiri atau jantung terdorong atau tertarik kekiri.
2. Toraks/dada
Pasien berbaring dengan dasar yang rata.
Pada bentuk dada “Veussure Cardiac” dinding totaks di bagian jantung menonjolm menandakan penyekit jantung congenital. Benjolan ini dapat dipastikan dengan perabaan.
Vena Jugularis Eksterna (dileher kiri dan kanan)
Teknik :
· Posisi pasien setengah duduk dengan kemiringan ± 45º
· Leher diluruskan dan kepala menoleh sedikit kekiri pemeriksa di kanan pasien
· Perhatikan vena jugularis eksterna yang terletak di leher ; apakah terisi penuh/sebagian, di mana batas atasnya bergerak naik turun
· Dalam keadaan normal vena jugularis eksterna tersebut kosong/kolaps
· Vena jugularis yang terisi dapat disebabkan oleh :
- Payah jantung kanan (dengan atau tanpa jantung kiri)
- Tekanan intra toraks yang meninggi
- Tamponade jantung
- Tumor mediastinum yang menekan vena cava superior.

PALPASI
Palpasi dapat mengetahui dan mengenal ukuran jantung dan denyut jantung. Point of Maximum Impuls dipalpasi untuk mengetahui getaran yang terjadi ketika darah mengalir melalui katup yang menyempit atau mengalami gangguan.
Dengan posisi pasien tetap terlentang kita raba iktus kordis yang kita amati pada inspeksi. Perabaan dilakukan dengan 2 jari (telunjuk dan jari tengah) atau dengan telapak tangan.
Yang perlu dinilai adalah :
• Lebar impuls iktus kordis
• Kekuatan angkatnya
Normal lebar iktus kordis tidak melebihi 2 jari. Selain itu perlu pula dirasakan (dengan telapak tangan) :
• Bising jantung yang keras (thrill)
• Apakah bising sistolik atau diastolic
• Bunyi murmur
• Friction rub (gesekan pericardium dengan pleura)
Iktus kordis yang kuat dan melebar tanda dari pembesaran/hipertropi otot jantung akibat latihan/atlit, hipertensi, hipertiroid atau kelainan katup jantung.
PERKUSI
Dengan posisi pasien tetap berbaring/terlentang kita lakukan pemeriksaan perkusi. Tujuannya adalah untuk menentukan batas jantung (batas atas kanan kiri). Teknik perkusi menuntut penguasaan teknik dan pengalaman, diperlukan keterampilan khusus. Pemeriksa harus mengetahui tentang apa yang disebut sonor, redup dan timpani.

AUSKULTASI
1. Pemeriksaan auskultasi untuk menentukan denyut jantung, irama jantung, bunyi jantung, murmur dan gesekan (rub).
2. Bunyi jantung perlu dinilai kualitas dan frekuensinya. Bunyi jantung merupakan refleksi dari membuka dan menutupnya katup dan terdengar di titik spesifik dari dinding dada.
3. Bunyi jantung I (S1) dihasilkan oleh penutupan katup atrioventrikuler (mitral dan trikuspidalis).
4. Bunyi jantung II (S2) disebabkan oleh penutupan katup semilunar (aorta dan pulmonal).
5. Bunyi jantung III (S3) merupakan pantulan vibrasi ventrikuler dihasilkan oleh pengisian ventrikel ketika diastole dan mengikuti S2.
6. Bunyi jantung IV (S4) disebabkan oleh tahanan untuk mengisi ventrikel pada diastole yang lambat karena meningkatnya tekanan diastole ventrikel atau lemahnya penggelembungan ventrikel.
7. Bunyi bising jantung disebabkan oleh pembukaan dan penutupan katup jantung yang tidak sempurna. Yang perlu diperhatikan pada setiap bising jantung adalah :
Apakah bising sistolik atau diastolic atau kedua-duanya.
Kenyaringan (keras-lemah) bising.
Lokasi bising (yang maksimal).
Penyebaran bising.
Adapun derajat kenyaringan bising jantung dipengaruhi oleh :
Kecepatan aliran darah yang melalui katup.
Derajat kelainan/gangguan katup.
Tebal tipisnya dinding toraks.
Ada tidaknya emfisema paru.
Tingkat kenyaringan bising jantung meliputi :
Tingkat I : sangat lemah, terdengar pada ruangan amat sunyi.
Tingkat II : lemah, dapat didengar dengan ketelitian.
Tingkat III : nyaring, segera dapat terdengar/mudah didengar.
Tingkat IV : amat nyaring tanpa thrill.
Tingkat V : amat nyaring dengan thrill (getaran teraba)
Tingkat VI : dapat didengar tanpa stetoskop.
Murmur adalah bunyi hasil vibrasi dalam jantung dan pembuluh darah besar disebabkan oleh bertambahnya turbulensi aliran. Pada murmur dapat ditentukan :
o Lokasi : daerah tertentu/menyebar
o Waktu : setiap saat, ketika sistolik/diastolic.
o Intensitas :
Tingkat 1 : sangat redup.
Tingkat 2 : redup
Tingkat 3 : agak keras
Tingkat 4 : keras
Tingkat 5 : sangat keras
Tingkat 6 : kemungkinan paling keras.
o Puncak : kecepatan aliran darah melalui katup dapat berupa rendah, medium dan tinggi.
o Kualitas : mengalir, bersiul, keras/kasar, musical, gaduh atau serak.
Gesekan (rub) adalah bunyi yang dihasilkan oleh parietal dan visceral oleh perikarditis. Bunyi kasar, intensitas, durasi dan lokasi tergantung posisi klien.



PEMBULUH DARAH
Inspeksi
Pada pemeriksaan ini untuk mengobservasi warna, ukuran dan sirkulasi perifer.

Palpasi
Untuk mengetahui suhu, edema dan denyutan.
Pemeriksa dapat menekan tempat tersebut dengan ketentuan :
+ 1 = cekung sedikit yang cepat hilang.
+ 2 = cekung menghilang dalam waktu 10-15 detik.
+ 3 = cekung dalam yang menghilang dalam waktu 1-2 menit.
+ 4 = bebas cekungan hilang dalam waktu 5 menit atau lebih.

Auskultasi
Pada pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendengar bunyi arteri.


D. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1. Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat setiap respon verbal/non verbal, perubahan hemo-dinamik

2. Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus kepada klien.
3. Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan, distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi)
4. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi:
§ Antiangina seperti nitogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)


§ Beta-Bloker seperti atenolol (Tenormin), pindolol (Visken), propanolol (Inderal)

§ Analgetik seperti morfin, meperidin (Demerol)



§ Penyekat saluran kalsium seperti verapamil (Calan), diltiazem (Prokardia).
1. Nyeri adalah pengalaman subyektif yang tampil dalam variasi respon verbal non verbal yang juga bersifat individual sehingga perlu digambarkan secara rinci untuk menetukan intervensi yang tepat.
2. Menurunkan rangsang eksternal yang dapat memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.
3. Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh terhadap nyeri.


§ Nitrat mengontrol nyeri melalui efek vasodilatasi koroner yang meningkatkan sirkulasi koroner dan perfusi miokard.
§ Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatis.(Kontra-indikasi: kontraksi miokard yang buruk)
§ Morfin atau narkotik lain dapat dipakai untuk menurunkan nyeri hebat pada fase akut atau nyeri berulang yang tak dapat dihilangkan dengan nitrogliserin.
§ Bekerja melalui efek vasodilatasi yang dapat meningkatkan sirkulasi koroner dan kolateral, menurunkan preload dan kebu-tuhan oksigen miokard. Beberapa di antaranya bekerja sebagai antiaritmia.







Intervensi Keperawatan
Rasional
1. Pantau HR, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah aktivitas sesuai indikasi.
2. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas


3. Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdominal.






4. Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan klinis klien.



5. Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan klien dan jelaskan pola peningkatan aktivitas bertahap.
6. Kolaborasi pelaksanaan program rehabilitasi pasca serangan IMA.
1. Menentukan respon klien terhadap aktivitas.

2. Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen, menurunkan risiko komplikasi.
3. Manuver Valsava seperti menahan napas, menunduk, batuk keras dan mengedan dapat mengakibatkan bradikardia, penurunan curah jantung yang kemudian disusul dengan takikardia dan peningkatan tekanan darah.
4. Keterlibatan dalam pembicaraan panjang dapat melelahkan klien tetapi kunjungan orang penting dalam suasana tenang bersifat terapeutik.
5. Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai dengan kemampuan kerja jantung.
6. Menggalang kerjasama tim kesehatan dalam proses penyembuhan klien.

Intervensi Keperawatan
Rasional
1. Pantau respon verbal dan non verbal yang menunjukkan kecemasan klien





2. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan marah, cemas/takut terhadap situasi krisis yang dialaminya.


3. Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.



4. Kolaborasi pemberian agen terapeutik anti cemas/sedativa sesuai indikasi (Diazepam/Valium, Flurazepam/Dal-mane, Lorazepam/Ativan).
1. Klien mungkin tidak menunjukkan keluhan secara langsung tetapi kecemasan dapat dinilai dari perilaku verbal dan non verbal yang dapat menunjukkan adanya kegelisahan, kemarahan, penolakan dan sebagainya.
2. Respon klien terhadap situasi IMA bervariasi, dapat berupa cemas/takut terhadap ancaman kematian, cemas terhadap ancaman kehilangan pekerjaan, perubahan peran sosial dan sebagainya.
3. Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu klien mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.
4. Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.
Intervensi Keperawatan
Rasional
1. Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam keadaan baring, duduk dan berdiri (bila memungkinkan)









2. Auskultasi adanya S3, S4 dan adanya murmur.








3. Auskultasi bunyi napas.


4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan mudah dikunyah.


5. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan klien

6. Pertahankan patensi IV-lines/heparin-lok sesuai indikasi.

7. Bantu pemasangan/pertahankan paten-si pacu jantung bila digunakan.
1. Hipotensi dapat terjadi sebagai akibat dari disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokard dan rangsang vagal. Sebaliknya, hipertensi juga banyak terjadi yang mungkin berhubungan dengan nyeri, cemas, peningkatan katekolamin dan atau masalah vaskuler sebelumnya. Hipotensi ortostatik berhubungan dengan komplikasi GJK. Penurunanan curah jantung ditunjukkan oleh denyut nadi yang lemah dan HR yang meningkat.
2. S3 dihubungkan dengan GJK, regurgitasi mitral, peningkatan kerja ventrikel kiri yang disertai infark yang berat. S4 mungkin berhubungan dengan iskemia miokardia, kekakuan ventrikel dan hipertensi. Murmur menunjukkan gangguan aliran darah normal dalam jantung seperti pada kelainan katup, kerusakan septum atau vibrasi otot papilar.
3. Krekels menunjukkan kongesti paru yang mungkin terjadi karena penurunan fungsi miokard.
4. Makan dalam volume yang besar dapat meningkatkan kerja miokard dan memicu rangsang vagal yang mengakibatkan terjadinya bradikardia.
5. Meningkatkan suplai oksigen untuk kebutuhan miokard dan menurunkan iskemia.
6. Jalur IV yang paten penting untuk pemberian obat darurat bila terjadi disritmia atau nyeri dada berulang.
7. Pacu jantung mungkin merupakan tindakan dukungan sementara selama fase akut atau mungkin diperlukan secara permanen pada infark luas/kerusakan sistem konduksi.

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1. Pantau perubahan kesadaran/keadaan mental yang tiba-tiba seperti bingung, letargi, gelisah, syok.

2. Pantau tanda-tanda sianosis, kulit dingin/lembab dan catat kekuatan nadi perifer.

3. Pantau fungsi pernapasan (frekuensi, kedalaman, kerja otot aksesori, bunyi napas)


4. Pantau fungsi gastrointestinal (anorksia, penurunan bising usus, mual-muntah, distensi abdomen dan konstipasi)
5. Pantau asupan caiaran dan haluaran urine, catat berat jenis.




6. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (gas darah, BUN, kretinin, elektrolit)
7. Kolaborasi pemberian agen terapeutik yang diperlukan:
- Hepari / Natrium Warfarin (Couma-din)





- Simetidin (Tagamet), Ranitidin (Zantac), Antasida.


§ - Trombolitik (t-PA, Streptokinase)
1. Perfusi serebral sangat dipengaruhi oleh curah jantung di samping kadar elektrolit dan variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
2. Penurunan curah jantung menyebabkan vasokonstriksi sistemik yang dibuktikan oleh penurunan perfusi perifer (kulit) dan penurunan denyut nadi.
3. Kegagalan pompa jantung dapat menimbulkan distres pernapasan. Di samping itu dispnea tiba-tiba atau berlanjut menunjukkan komplokasi tromboemboli paru.
4. Penurunan sirkulasi ke mesentrium dapat menimbulkan disfungsi gastrointestinal

5. Asupan cairan yang tidak adekuat dapat menurunkan volume sirkulasi yang berdampak negatif terhadap perfusi dan fungsi ginjal dan organ lainnya. BJ urine merupakan indikator status hidrsi dan fungsi ginjal.
6. Penting sebagai indikator perfusi/fungsi organ.


§ Heparin dosis rendah mungkin diberikan mungkin diberikan secara profilaksis pada klien yang berisiko tinggi seperti fibrilasi atrial, kegemukan, anerisma ventrikel atau riwayat tromboplebitis. Coumadin merupakan antikoagulan jangka panjang.
§ Menurunkan/menetralkan asam lambung, mencegah ketidaknyamanan akibat iritasi gaster khususnya karena adanya penurunan sirkulasi mukosa.
§ Pada infark luas atau IM baru, trombolitik merupakan pilihan utama (dalam 6 jam pertama serangan IMA) untuk memecahkan bekuan dan memperbaiki perfusi miokard.



INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1. Auskultasi bunyi napas terhadap adanya krekels.
2. Pantau adanya DVJ dan edema anasarka
3. Hitung keseimbangan cairan dan timbang berat badan setiap hari bila tidak kontraindikasi.




4. Pertahankan asupan cairan total 2000 ml/24 jam dalam batas toleransi kardiovaskuler.
5. Kolaborasi pemberian diet rendah natrium.
6. Kolaborasi pemberian diuretik sesuia indikasi (Furosemid/Lasix, Hidralazin/ Apresoline, Spironlakton/ Hidronolak-ton/Aldactone)
7. Pantau kadar kalium sesuai indikasi.
1. Indikasi terjadinya edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.
2. Dicurigai adanya GJK atau kelebihan volume cairan (overhidrasi)
3. Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air dan penurunan haluaran urine. Keseimbangan cairan positif yang ditunjang gejala lain (peningkatan BB yang tiba-tiba) menunjukkan kelebihan volume cairan/gagal jantung.
4. Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi tetap disesuaikan dengan adanya dekompensasi jantung.
5. Natrium mengakibatkan retensi cairan sehingga harus dibatasi.
6. Diuretik mungkin diperlukan untuk mengoreksi kelebihan volume cairan.


7. Hipokalemia dapat terjadi pada terapi diuretik yang juga meningkatkan pengeluaran kalium.





INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1. Kaji tingkat pengetahuan klien/orang terdekat dan kemampuan/kesiapan belajar klien.
2. Berikan informasi dalam berbagai variasi proses pembelajaran. (Tanya jawab, leaflet instruksi ringkas, aktivitas kelompok)
3. Berikan penekanan penjelasan tentang faktor risiko, pembatasan diet/aktivitas, obat dan gejala yang memerlukan perhatian cepat/darurat.

4. Peringatkan untuk menghindari aktivitas isometrik, manuver Valsava dan aktivitas yang memerlukan tangan diposisikan di atas kepala.

5. Jelaskan program peningkatan aktivitas bertahap (Contoh: duduk, berdiri, jalan, kerja ringan, kerja sedang)
1. Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien.

2. Meningkatkan penyerapan materi pembelajaran.


3. Memberikan informasi terlalu luas tidak lebih bermanfaat daripada penjelasan ringkas dengan penekanan pada hal-hal penting yang signifikan bagi kesehatan klien.
4. Aktivitas ini sangat meningkatkan beban kerja miokard dan meningkatkan kebutuhan oksigen serta dapat merugikan kontraktilitas yang dapat memicu serangan ulang.
5. Meningkatkan aktivitas secara bertahap meningkatkan kekuatan dan mencegah aktivitas yang berlebihan. Di samping itu juga dapat meningkatkan sirkulasi kolateral dan memungkinkan kembalinya pola hidup normal.



DAFTAR PUSTAKA

Comments

Popular posts from this blog

KEGIATAN AKTIVASI VSAT

PP NOMOR 178 TAHUN 1979 TENTANG UPACARA DI DALAM GERAKAN PRAMUKA