ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN LABIOPALATOSKISIS

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Menurut laporan peneliti dari berbagai negara, cacat labio palatoschizis dapat muncul dari 1 : 800 sampai 1 : 2000 kelahiran. Indonesia yang berpenduduk 200 juta lebih, tentu mempunyai dan akan mempunyai banyak kasus labio palatoschizis.
Labio palatoschizis merupakan kelainan bibir dan langit – langit, hal ini biasanya disebabkan karena perkembangan bibir dan langit – langit yang tidak dapat berkembang secara sempurna pada masa pertumbuhan di dalam kandungan. Dimana biasanya penderita labio palatoschizis mempunyai bentuk wajah kurang normal dan kurang jelas dalam berbicara sehingga menghambat masa persiapan sekolahnya.
Labio palatoschizis sering dijumpai pada anak laki – laki dibandingkan anak perempuan (Randwick, 2002) kelainan ini merupakan kelainan yang disebabkan faktor herediter, lingkungan, trauma, virus (Sjamsul Hidayat, 1997).
Kelainan ini dapat dilihat ketika bayi berada di dalam kandungan, melalui alat yang disebut USG atau Ultrasonografi. Setelah bayi lahir kelainan ini tampak jelas pada bibir dan langit –langitnya.



1.2 Rumusan Masalah
1) Apa yang dimaksud Labio palatoschizis ?
2) Apa yang menyebabkan Labio palatoschizis ?
3) Bagaimana patofisiologi Labio palatoschizis?
4) Apa sajakah klasifikasi Labio palatoschizis?
5) Bagaimana prevalensi Labio palatoschizis?
6) Apa manifestasi klinis dan komplikasi Labio palatoschizis?
7) Bagaimana penatalaksanaan Labio palatoschizis?
8) Bagaimana asuhan keperawatan untuk anak dengan Labio palatoschizis ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Memberi pengetahuan tentang Labio palatoschizis
1.3.2 Tujuan Khusus
    1. Menjelaskan definisi Labio palatoschizis
    2. Menjelaskan etiologi Labio palatoschizis
    3. Menjelaskan patofisiologi Labio palatoschizis
    4. Menjelaskan klasifikasi Labio palatoschizis
    5. Menjelaskan prevalensi Labio palatoschizis
    6. Menjelaskan manifestasi klinis dan komplikasi Labio palatoschizis
    7. Menjelaskan penatalaksanaan Labio palatoschizis
    8. Menjelaskan asuhan keperawatan Labio palatoschizis


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian
Labio palatoshizis adalah suatu keadaan terbukanya bibir dan langit – langit rongga mulut dapat melalui palatum durum maupun palatum mole, hal ini disebabkan bibir dan langit – langit tidak dapat tumbuh dengan sempurna pada masa pembentukan mesuderm pada saat kehamilan.
Labio palatoshizis yang terjadi seringkali berbentuk fistula, dimana fistula ini dapat diartikan sebagai suatu lubang atau celah yang menghubungkan rongga mulut dan hidung (Sarwoni, 2001)

2.2 Etiologi
Ada beberapa etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan Labio palatoschizis, antara lain:
  1. Faktor Genetik
Merupakan penyebab beberapa palatoschizis, tetapi tidak dapat ditentukan dengan pasti karena berkaitan dengan gen kedua orang tua. Diseluruh dunia ditemukan hampir 25 – 30 % penderita labio palatoscizhis terjadi karena faktor herediter. Faktor dominan dan resesif dalam gen merupakan manifestasi genetik yang menyebabkan terjadinya labio palatoschizis. Faktor genetik yang menyebabkan celah bibir dan palatum merupakan manifestasi yang kurang potensial dalam penyatuan beberapa bagian kontak.
  1. Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional, baik kualitas maupun kuantitas (Gangguan sirkulasi foto maternal).
Zat –zat yang berpengaruh adalah:
Asam folat
Vitamin C
Zn
Apabila pada kehamilan, ibu kurang mengkonsumsi asam folat, vitamin C dan Zn dapat berpengaruh pada janin. Karena zat - zat tersebut dibutuhkan dalam tumbuh kembang organ selama masa embrional. Selain itu gangguan sirkulasi foto maternal juga berpengaruh terhadap tumbuh kembang organ selama masa embrional.


  1. Pengaruh obat teratogenik.Yang termasuk obat teratogenik adalah:
Jamu. Mengkonsumsi jamu pada waktu kehamilan dapat berpengaruh pada janin, terutama terjadinya labio palatoschizis. Akan tetapi jenis jamu apa yang menyebabkan kelainan kongenital ini masih belum jelas. Masih ada penelitian lebih lanjut
Kontrasepsi hormonal. Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi kontrasepsi hormonal, terutama untuk hormon estrogen yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hipertensi sehingga berpengaruh pada janin, karena akan terjadi gangguan sirkulasi fotomaternal.
Obat – obatan yang dapat menyebabkan kelainan kongenital terutama labio palatoschizis. Obat – obatan itu antara lain :
- Talidomid, diazepam (obat – obat penenang)
- Aspirin (Obat – obat analgetika)
- Kosmetika yang mengandung merkuri & timah hitam (cream pemutih)
Sehingga penggunaan obat pada ibu hamil harus dengan pengawasan dokter.
  1. Faktor lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat menyebabkan Labio palatoschizis, yaitu:
Zat kimia (rokok dan alkohol). Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi rokok dan alkohol dapat berakibat terjadi kelainan kongenital karena zat toksik yang terkandung pada rokok dan alkohol yang dapat mengganggu pertumbuhan organ selama masa embrional.
Gangguan metabolik (DM). Untuk ibu hamil yang mempunyai penyakit diabetessangat rentan terjadi kelainan kongenital, karena dapat menyebabkan gangguan sirkulasi fetomaternal. Kadar gula dalam darah yang tinggi dapat berpengaruh padatumbuh kembang organ selama masa embrional.h
Penyinaran radioaktif. Untuk ibu hamil pada trimester pertama tidak dianjurkan terapi penyinaran radioaktif, karena radiasi dari terapi tersebut dapat mengganggu proses tumbuh kembang organ selama masa embrional.
  1. Infeksi, khususnya virus (toxoplasma) dan klamidial . Ibu hamil yang terinfeksi virus (toxoplasma) berpengaruh pada janin sehingga dapat berpengaruh terjadinya kelainan kongenital terutama labio palatoschizis.
Dari beberapa faktor tersebit diatas dapat meningkatkan terjadinya Labio palatoshizis, tetapi tergantung dari frekuensi dari frekuensi pemakaian, lama pemakaian, dan wktu pemakaian.


2.3 Patofisiologi
Cacat tebentuk pada trimester pertama, prosesnya karena tidak terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (Prosesus nasalis dan maksialis) pecah kembali.

2.4 Klasifikasi
2.4.1 Berdasarkan organ yang terlibat
§ Celah bibir ( labioscizis ) : celah terdapat pada bibir bagian atas
§ Celah gusi ( gnatoscizis ) : celah terdapat pada gusi gigi bagian atas
§ Celah palatum ( palatoscizis ) : celah terdapat pada palatum
2.4.2 Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk
§ Komplit : jika celah melebar sampai ke dasar hidung
§ Inkomplit : jika celah tidak melebar sampai ke dasar hidung
2.4.3 Berdasarkan letak celah
Unilateral : celah terjadi hanya pada satu sisi bibir
Bilateral : celah terjadi pada kedua sisi bibir
Midline : celah terjadi pada tengah bibir

2.5 Prevalensi penyakit
Labio palatoschizis adalah suatu kelainan kongenital sehingga insidensnya adalah neonatus, dengan prevalensi penyakit 1:1000 kelahiran. Insiden dari Labio palatoschizis tertinggi terdapat pada orang Asia dan insiden paling rendah pada orang amerika keturunan Afrika.

2.6 Manifestasi Klinis
a) Tampak ada celah
b) Adanya rongga pada hidung
c) Distorsi hidung
d) Kesukaran dalam menghisap atau makan.

2.7 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan Labio palatoschizis adalah:
  1. Kesulitan berbicara – hipernasalitas, artikulasi, kompensatori. Dengan adanya celah pada bibir dan palatum, pada faring terjadi pelebaran sehingga suara yang keluar menjadi sengau.
  2. Maloklusi – pola erupsi gigi abnormal. Jika celah melibatkan tulang alveol, alveol ridge terletak disebelah palatal, sehingga disisi celah dan didaerah celah sering terjadi erupsi.
  3. Masalah pendengaran – otitis media rekurens sekunder. Dengan adanya celah pada paltum sehingga muara tuba eustachii terganggu akibtnya dapat terjadi otitis media rekurens sekunder.
  4. Aspirasi. Dengan terganggunya tuba eustachii, menyebabkan reflek menghisap dan menelan terganggu akibatnya dapat terjadi aspirasi.
  5. Distress pernafasan. Dengan terjadi aspirasi yang tidak dapat ditolong secara dini, akan mengakibatkan distress pernafasan
  6. Resiko infeksi saluran nafas. Adanya celah pada bibir dan palatum dapat mengakibatkan udara luar dapat masuk dengan bebas ke dalam tubuh, sehingga kuman – kuman dan bakteri dapat masuk ke dalam saluran pernafasan.
  7. Pertumbuhan dan perkembangan terlambat. Dengan adanya celah pada bibir dan palatum dapat menyebabkan kerusakan menghisap dan menelan terganggu. Akibatnya bayi menjadi kekurangan nutrisi sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan bayi.
  8. Asimetri wajah. Jika celah melebar ke dasar hidung “ alar cartilago ” dan kurangnya penyangga pada dasar alar pada sisi celah menyebabkan asimetris wajah.
  9. Penyakit peri odontal. Gigi permanen yang bersebelahan dengan celah yang tidak mencukupi di dalam tulang. Sepanjang permukaan akar di dekat aspek distal dan medial insisiv pertama dapat menyebabkan terjadinya penyakit peri odontal.
  10. Crosbite. Penderita labio palatoschizis seringkali paroksimallnya menonjol dan lebih rendah posterior premaxillary yang colaps medialnya dapat menyebabkan terjadinya crosbite.
  11. Perubahan harga diri dan citra tubuh. Adanya celah pada bibir dan palatum serta terjadinya asimetri wajah menyebabkan perubahan harga diri da citra tubuh.

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan labio palatoschizis adalah dengan tindakan pembedahan. Tindakan operasi pertama kali dikerjakan untuk menutup celah bibir palatum berdasarkan kriteria “ rule of ten “, yaitu:
a. Umur lebih dari 10 minggu ( 3 bulan )
b. Berat lebih dari 10 pond ( 5 kg )
c. Hb lebih 10 g / dl
d. Leukosit lebih dari 10.000 / ul
Cara operasi yang umum dipakai adalah cara millard. Tindakan operasi selanjutny adalah menutup bagian langitan ( palatoplasti ), dikerjakan sedini mungkin ( 15 – 24 bulan ) sebelum anak mampu berbicara lengkap sehingga pusat bicara di otak belum membentuk cara bicara. Kalau operasi dikerjakan terlambat, seringkali hasil operasi dalam hal kemampuan mengeluarkan suara normal ( tidak sengau ) sulit dicapai.
Bila Ini telah dilakukan tetapi suara yang keluar masih sengau dapat dilakukan laringoplasti. Operasi ini adlah membuat bendungan pada faring untuk memperbaiki fonasi, biasanya dilakukan pada umur 6 tahun keatas.
Pada umur 8 -9 tahun dilakukan operasi penambalan tulang pada celah alveolus atau maksila untuk memungkinkan ahli ortodonti mengatur pertumbuhan gigi di kanan kiri celah supaya normal. Graft tulang diambil dari dari bagian spongius kista iliaca. Tindakan operasi terakhir yang mungkin perlu dikerjakan setelah pertumbuhan tulang – tulang muka mendekatiselesai, pada umur 15 – 17 tahun.
Sering ditemukan hiperplasi pertumbuhan maksila sehingga gigi geligig depan atas atau rahang atas kurang maju pertumbuhannya. Dapat dilakukan bedah ortognatik memotong bagian tulang yang tertinggal pertumbuhannya dan mengubah posisinya maju ke depan.

BAB 3

WEB OF CAUTION


Fakto genetik Insufisiensi zat untuk Pengaruh obat Faktor lingkungan Infeksi
kelainan tumbuh kembang teratogenik : Zat kimia, Radioaktif Virus
kromosom selama embrional Jamu, Kortison, Gx. Metabolik Klamidial
(kualitas&kuantitas) : Klorsiklizin,
asam folat, Zn, Vit C Anti konvulsan,
Kontrasepsi
hormonal




Mesoderm tdk terbentuk pada trimester I kehamilan

Prosesus nasalis & maksialis tdk menyatu

LABIO PALATOSCIZIS

Sistem pencernaan Sistem Pernapasan

Ada celah pada bibir & palatum Ada celah pada bibir& palatum

Spingter di muara tuba eustachia terganggu Distorsi nasal

Tidak dapat menghisap Dispnea & maloklusi








Perub. Nutrisi kurang dari kebutuhan ●Aspirasi
●Resiko tinggi infeksi












Dampak hospitalisasi

Anak Keluarga
● Cemas
Pre Op Post Op ● Ketegangan
● Cemas ● Perub. Nutrisi kurang dari kebutuhan ● Kurang pengetahuan
● Ketegangan ● Nyeri ● Koping klg tidak efektif
● Perub. Nutrisi kurang ● Resiko tinggi trauma insisi pembadahan
dari kebutuhan ● Resiko tinggi infeksi


BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
  1. BB normal neonatus : 2,75 – 3,00 kg
  2. TB normal neonatus : 50 cm
  3. LK normal neonatus : 43 -35 cm
  4. LD normal neonatus : 32 -33 cm
  5. Perkembangan motorik kasar
1. Usia 1 - 4 bulan
a. Mengangkat kepala saat tengkurap
b. Dapat duduk sebentar dengan ditopang
c. Dapat duduk dengan kepala tegak
d. Jatuh terduduk di pangkuan ketika disokong pada posisi berdiri
e. Kontrol kepala keluar
f. Mengangkat kepala sambil berbaring terlentang
g. Berguling dari terlentang kemiring
h. Posisi lengan dan tungkai kurang flexi
i. Berusaha merangkak
2. Usia 4 -8 bulan
a. Menahan kepala tegak terus menerus
b. Berayun ke depan dan ke belakang
c. Berguling dari terlentang ke tengkurap
d. Dapat duduk dengan bantuan selama interval singkat
3. Usia 8 -12 bulan
a. Duduk dari posisi tegak tanpa bantuan
b. Dapat berdiri tegak dengan bantuan
c. Menjelajah
d. Berdiri tegak tanpa bantuan walaupun sebentar
e. Membuat posisi merangkak
f. Merangkak
g. Berjalan dengan bantuan
  1. Perkembangan motorik halus
1. Usia 1 – 4 bulan
a. Melakukan usaha yang bertujuan untuk memegang suatu obyek
b. Mengikuti obyek dari sisi ke sisi
c. Mencoba memgang benda tapi terlepas
d. Memasukkan benda ke dalam mulut
e. Memperhatikan tangan dan kaki
f. Memegang benda dengan kedua tangan
g. Mempertahankan benda di tangan walaupun hanya sebentar
2. Usia 4 - 8 bulan
a. Menggunakan ibu jari dan telunjuk untuk memegang
b. Mengeksplorasi benda yang sedang dipegang
c. Mampu menahan menahan kedua benda di kedua tangan secara simultan
d. Menggunakan bahu dan tangan sebagai satu kesatuan
e. Memindahkan objek dari satu tangan ke tangan yang lainnya
3. Usia 8 – 12 bulan
a. Melepas objek dengan jari lurus
b. Mampu menjepit benda
c. Melambaikan tangan
d. Menggunakan tangan untuk bermain
e. Menempatkan objek ke dalam wadah
f. Makan biskuit sendiri
g. Minum dengan cangkir engan bantuan
h. Menggunakan sendok dengan bantuan
i. Makan dengan jari
j. Memegang krayon dan membuat coretan di atas kertas
  1. Perkembangan sensoris
1. Usia 0 -1 bulan
a. Membedakan rasa manis dan asam
b. Menari diri dari stimulus yang menyakitkan
c. Membedakan bau, mampu mendeteksi bau ibu
d. Memalingkan kepala dari bau yang tidak disukai
e. Membedakan bunyi berdasarkan perbedaan nada, frekuensi dan durasi
f. Berespon terhadap penurunan cahaya
g. Mudah melacak objek tetapi mudah juga kehilangan objek tersebut
h. Lebih berfokus pada wajah manusia dibandingkan benda – benda lain yang ada dalam satu lapang pandang
i. Mempunyai ketajaman penglihatan 20 / 40, mampu berfokus pada objek yang berada pada jarak 20 cm
j. Terdiam jika mendengar bunyi suara

2. Usia 1 – 4 bulan
a. Membedakan wajah dan suara ibu
b. Menunjukkan pelacakan visual yang akurat
c. Membeda-bedakan antar pola penglihatan
d. Membeda-bedakan wajah yang dikenal dan tidak kenal
3. Usia 4 – 8 bulan
a. Berespon terhadap perubahan warna
b. Mengikuti objek dari garis tengah ke samping
c. Mengikuti objek dari berbagi arah
d. Mencoba mencari sumber bunyi
e. Berusaha mengkoordinasikan tangan – mata
f. Indera penciuman sudah berkembang dengan baik
g. Mencapai batas ketajaman penglihatan dewasa
h. Berespon terhadap suara yang tidak terlihat
4. Usia 8 – 12 bulan
a. Persepsi ke dalam telah meningkat
b. Mengenali namanya sendiri
  1. Perkembangan kognitif
1. Usia 0 -1 bulan
a. Perilaku involunter
b. Refleksif primer
c. Orientasi autistik
d. Tidak ada konsep baik diri sendiri maupun orang lain
2. Usia 1 – 4 bulan
a. Perilaku reflektif secara bertahap diagantikan gerakan volunter
b. Aktifitas berpusat di sekitar tubuh
c. Membuat usaha awal untuk mengulang atau menirukan tindakan
d. Banyak menunjukkan perilaku trial dan error
e. Berusaha memodifikasi perilaku sebagai respon terhadap berbagai stimulus (menghisap payudara vs botol)
f. Menunjukkan orientasi simbolitik
g. Tidak mampu membedakan diri sendiri dan orang lain
h. Terlibat dalam suatu aktifitas, karena aktifitas tersebut menyenangkan
3. Usia 4 – 8 bulan
a. Menunjukkan pengulangan tindakan yang bertujuan
b. Menunjukkan keinginan berperilaku untuk mencapai tujuan
c. Menentukan perbedaan intensitas (suara dan penglihatan)
d. Menunjukkan tindakan sederhana
e. Menunjukkan permulaan objek permanent
f. Antisipasi kejadiaan – kejadian di masa akan datang (makan)
g. Menunjukkan kesadaran bahwa diri sendiri terpisah dengan orang tua
4. Usia 8 – 12 bulan
a. Mengantisipasi kejadian sebagai suatu yang menyenangkan dan tidak menyenangkan
b. Menunjukkan tingkat kegawatan pada kesengajaan perilaku
c. Menunjukkan perilaku – perilaku yang mengarah pada tujuan
d. Membuktikan kepermanenan objek
e. Mencari objek – objek yang hilang
f. Dapat mengikuti sejumlah besar tindakan
g. Memahami dari kata – kata dan perintah sederhana
h. Menghubungkan sikap dan perilaku dengan symbol
i. Menjadi lebih mandiri dan figur keibuan
  1. Perkembangan bahasa
1. Usia 0 -1 bulan
a. Mendengkur
b. Membuat suara tanpa huruf hidup
c. Membuat suara merengek ketika sedang kesal
d. Membuat suara berdeguk ketika sedang kenyang
e. Tersenyum sebagai respon terhadap pembicaraan orang dewasa
2. Usia 1 -4 bulan
a. Bersuara dan tersenyum
b. Dapat membuat bunyi huruf hidup
c. Bersuara
d. Berceloteh
3. Usia 4 -8 bulan
a. Menggunakan vokalisasi yang semakin banyak
b. Menggunakan kata – kata yang terdiri dari 2 suku kata (buu – buu)
c. Dapat membuat dan bunyi vokal bersamaan
4. Usia 8 -12 bulan
a. Mengucapkan kata – kata pertama
b. Menggunakan bunyi untuk mengidentifikasikan objek, orang dan aktifitas
c. Menirukan berbagai bunyi kata
d. Mengucapkan serangkaian suku kata
e. Memahami arti larangan misal : “ jangan “
f. Berespon terhadap panggilan dan orang – orang yang mirip anggota keluarga
g. Menunjukkaninfleksi kata – kata yang nyata
h. Menggunakan 3 kosa kata
i. Menggunakan kalimat satu kata
  1. Perkembangan psikoseksual (Tahap oral)
1. Berfokus pada tubuh – mulut
2. Tugas perkembangan – gratifikasi kebutuhan dasar (makanan, kehangatan dan kenyamanan)
3. Krisis perkembangan dan penyapihan; bayi dipaksa untuk menghentikan kesenangannya untuk minum ASI / menyusu dari botol
4. Keterampilan koping yang umum – menghisap, menangis, mendengkur, berceloteh, memukul dan bentuk perilaku lainnya sebagai respon iritan
5. Kebutuhan seksual – menggeneralisasikan sensasi tubuh yang menyenangkan. Meskipun berfokus pada kebutuhan oral, bayi mendapat kesenangan fisik dari digendong, ditimang, diayun
6. Bermain – stimultan taktil diberikan melalui aktifitas pengasuhan
  1. Perkembangan psikososial
1. Tugas perkembangan – perkembangan rasa percaya terhadap pemberian asuhan primer
2. Krisis perkembangan – disapih dari ASI / susu botol
3. Bermain – interaksi dengan pemberi asuhan. Membentuk dasar – dasar perkembangan hubungan di kemudian hari
4. Peran orang tua – bayi merumuskan sikap dasar terhadap kehidupan berdasarkan pengalamannya bersama orang tua. Orang tua dapat dianggap sebagai sebagai seorang yang dapat dipercaya, konsisten, selalu ada dan penyayang
  1. Perilaku social
1. Usia 0 -1 bulan
a. Bayi tersenyum tanpa membeda -bedakan
2. Usia 1 – 4 bulan
a. Tersenyum pada wajah manusia
b. Waktu tidur dalam sehari lebih sedikit daripada waktu terjaga
c. Membentuk siklus tidur bangun
d. Menangis menjadi sesuatu yang berbeda
e. Membeda – bedakan wajah yang dikenal dan tidak dikenal
f. Senang menatap wajah – wajah yang dikenalnya
g. Diam saja jika ada orang asing
3. Usia 4 – 8 bulan
a. Merasa terpaksa jika ada orang asing
b. Mulai bermain dengan mainan
c. Takut akan kehadiran orang asing
d. Mudah frustasi
e. Memukul - mukul lengan dan kaki jika sedang kesal
4. Usia 8 -12 bulan
a. Bermain permainan sederhana (cilukba)
b. Menangis jika dimarahi
c. Membuat permintaan sederhana dengan gaya tubuh
d. Menunjukkan peningkatan ansietas terhadap perpisahan
e. Lebih menyukai menyukai figure pemberi asuhan daripada orang dewasa lainnya
f. Mengenali anggota keluarga
  1. Perkembangan moral
Perkembangan moral tidak dimulai sampai usia toddler, ketika kognitif awal sudah muncul
  1. Perkembangan kepercayaan (tahap tidak membedakan)
Rasa percaya dan interaksi dengan pemberi asuhan membentuk dasar untuk perkembangan kesetiaan selanjutnya

4.2 Observasi dan Pengkajian
4.2.1 Respiratory Sistem
o RR neonatus normal : 30 – 50 x/menit
o RR bayi normal : 26 – 40 x/menit
o Pernafasan abdominal dan diafragma
o Pernafasan dangkal dan iregular
o Pada pt dengan labio palatoschizis system pernafasannya terganggu, karena bayi tidak dapat bernafas melalui mulut apabila hidungnya tersumbat. Akibatnya dapat terjadi distress pernafasan atausebagai kompensasi melakukan hiperventilasi dan selanjutnya dapat terjadi dispnea
4.2.2 Kardiovaskuler
o TD neonatus normal 80/50 mmHg
o TD bayi normal 90/61 mmHg
o Nadi neonatus normal 70 -170 mmHg
o Nadi bayi normal 80 – 160 mmHg
o Pada pasien labio palatoscizis, sistem kardiovaskuler tidak mengalami gangguan
4.2.3 Persyarafan
Reflek pada bayi :
A. Babinski
Jari – jari kaki ekstensi ketika telapak kaki diusap. Pada penderita labio palatoschizis reflek babinski positif
B. Galant
Melengkungkan badan ke arah sisi yang di stimulasi ketika dilakukan pengusapan di sepanjang tulang belakang. Pada penderita labio palatoschizis reflek gallant positif
C. Moro
Ekstensi tiba –tiba kea rah luar dan kembali kea rah garis tengah ketika bayi terkejut akibat suara keras / perubahan posisi yang cepat. Pada penderita labio palatoschizis reflek moro positif
D. Palmar
Menggenggam objek dengan jari ketika telapak tangan disentuh. Pada penderita labio palatoschizis reflek palmar positif
E. Placing
Usaha untuk mengangkat dan meletakkan kaki di tepi permukaan kaki ketika kaki disentuh di bagian atasnya. Pada penderita labio palatoschizis reflek placing positif
F. Plantar
Fleksi jari – jari kaki ke arah dalam, ketika tumit telapak kaki diusap. Pada penderita labio palatoschizis reflek plantar positif
G. Righting
Berusaha untuk mempertahankan kepala pada posisi tegak. Pada penderita labio palatoschizis reflek ini positif
H. Rooting
Memiringkan kepala ke arah pipi yang diberi stimulus sentuhan. Pada penderita labio palatoschizis reflek ini positif
I. Sucking
Menghisap objek yang diletakkan dalam mulut. Pada penderita labio palatoschizis reflek ini negative karena muara tuba eustachiinya terganggu
J. Stepping
Membuat gerakan melangkah ketika digendong pada posisi tegak dengan kaki menyentuh permukaan. Pada penderita labio palatoschizis reflek ini positif.

4.2.4 Gastro Intestinal
Pada penderita labio palatoschizis, system ini mengalami gangguan dikarenakan bentuk bibir. Labio palatoschizis pada bayi normal, jumlah nutrisi berdasarkan BB adalah :
BB
Kebutuhan Nutrisi / Hari
1 – 10 kg
11 – 20 kg
> 20 kg
100 cc / BB
1000 + 50 cc ( BB – 10 )
1500 + 20 cc ( BB – 20 )
Pada penderita labio palatoschizis asupan kurang dari kebutuhan karena proses menghisap terganggu
4.2.5 Urinary Sistem
A. Jumlah urin = cairan yang masuk
B. Awal : urin keluar 20 ml dan meningkat sesuai dengan pemasukan
C. Frekuensi voiding : 2 -6 x selanjutnya 5 – 25 x / 24 jam
D. Pada bayi void : 15 – 60 ml/kg BB/24 jam
E. BJ urin : 1,005 – 1,015
F. Standar volume urin
Bayi baru lahir : 10 – 90 ml/kg BB/ hari
Bayi : 80 – 90 ml/kg BB/hari
G. GFR bayi baru lahir : 30 – 50 % dewasa
H. Rata – rata bayi BAK : 8 -12 x/hari
I. Pada penderita labio palatoschizis system ini mengalami gangguan
4.2.6 Muskuloskeletal
A. Jumlah kartilago > osifikasi tulang
B. Pertumbuhan ukuran otot karena hipertropi dibanding hiperplasia

4.3 Pemeriksaan Diagnostik
MRI
Rontgen


4.4 Daftar Prioritas Masalah
Resiko tinggi trauma
Nyeri
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Cemas
Ketegangan
Resiko aspirasi
Kurang informasi

4.5 Intervensi
1. Diagnosa Keperawatan: Resiko tinggi trauma sisi pembedahan berhubungan dengan prosedur pembedahan, disfungsi menelan
Kriteria hasil :
- Pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah
- Sisi operasi tetap tidak rusak
Intervvensi
Rasional
1. Beri posisi telentang / miring / duduk
1. Untuk mencegah trauma pada sisi operasi
2. Pertahankan alat pelindung bibir
2. Untuk melindungi garis jahitan
3. Gunakan teknik pemberian makan non traumatik
3. Untuk meminimalkan resiko trauma
4. Gunakan jaket restrein pada bayi lebih besar
4. Untuk mencegahnya agar tidak berguling dan menggaruk wajah
5. Hindari menempatkan objek di dalam mulut setelah perbaikan PS
(kateter penhisap, spatel lidah, dot, sendok kecil)
5. Untuk mencegah trauma pada sisi operasi
6. Jaga agar bayi tidak menangis keras dan terus menerus
6. Karena dapat menyebabkan tegangan pada jahitan
7. Bersihkan garis jahitan dengan perlahan setelah memberi makan
7. Karena inflamasi dan infeks akan mempengruhi penyembuhan dan efek kosmetik dari perbaikan pembedahan
8. Ajari tentang pembersihan dan prosedur restrein khususnya bila pulang sebelum jahitan dilepas
8. Untuk meminimalkan komplikasi setelah pulang


2. Diagnosa Keperawatan: Perubahan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan makan setelah prosedur pembedahan
Kriteria hasil :
- Bayi mengkonsumsi jumlah nutrient yang adekuat
- Keluarga mendemonstrasikan kemampuan untuk menjalankan perawatan pasca operasi
- Bayi menunjukkan penambahan BB yang adekuat
Intervensi
Rasional
1. Beri diet sesuai usia dan ketentuan selama periode pasca operasi
1. Bayi mendapat nutrisi yang adekuat
2. Libatkan keluarga dalam metode pemberian makan yang terbaik
2. Memegang tanggung jawab pemberian makan di rumah
3. Ubah teknik pemberian makan
3. Untuk menyesuaikan diri efek pembedahan
4. Beri makan dalam posisi duduk
4. Untuk meminimalkan resiko aspirasi
5. Sendawakan dengan sering
5. Kecenderungan menelan banyak udara
6. Bantu dalam menyusui, ajarkan teknik pada keluarga
6. Untuk menjamin perawatan di rumah

3. Diagnosa Keperawatan: Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan
Kriteria Hasil : Bayi tampak nyaman dan tenang
Intervensi
Rasional
1. Kaji perilaku dan TTV
1. Untuk adanya bukti nyeri
2. Berikan analgetik / sedatife sesuai instruksi
2. Untuk meminimalkan nyeri
3. Beri stimulasi belaian dan taktil
3. Untuk pertumbuhan dan perkembangan optimal
4. Libatkan orang tua dalam perawatan bayi
4. Untuk memberikan rasa nyaman dan aman



BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1 Labio palatoschizis adalah suatu keadaan terbukanya bibir dan langit – langit rongga mulut dapat melalui palatum durum maupum palatum mole, hal ini disebabkan bibir dan langit – langit tiadak dapat tumbuh dengan sempurna pada masa pembentukan mesuderm pada saat kehamilan
2 Beberapa penyebab labio palatoschizis antara lain : faktor genetik, insufisiensi zat untuk tumbuh kembang, pengaruh obat teratogenik, faktor lingkungan maupun infeksi khususnya toxoplasma dan klamidial
3 Labio palatoshizis dibagi menjadi tiga klasifikasi: berdasarkan organ yang terlibat, berdasarkan lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk, berdasarkan letak celah.
4 Labio palatoshizis adalah suatu kelainan kongenital sehingga insidensnya adalah kongenital. Insiden tertinggi terdapat pada orang Asia dengan prevalensi 1:1000 kelahiran.
5 Penatalaksanaan Labio palatoshizis adalah dengan tindakan pembedahan
6 Asuhan keperawatan ditegakkan untuk mengatasi masalah dan dampak hospitalisasi yang ditimbulkan.

5.2 Saran
Bagi masyarakat khusunya ibu hamil dapat sesering mungkin untuk memeriksakan kehamilannya dan menghindari seminimal mungkin hal – hal yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan kongenital pada janin atau organ yang dikandungnya



DAFTAR PUSTAKA

Suradi, S.Kp, dan Yuliani, Rita. S.Kp.2001. Asuhan keperawatan pada anak. PT Fajar Interpratama, Jakarta.
Wong, Donna L.1996. Pedoman klinis keperawatan pediatrik. EGC. Jakarta
Mansyoer, Arif. Dkk.2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi III jilid II. Media Aesculapius FK UI. Jakarta.
Dr . Bisono, SpBp. Operasi bibir sumbing. EGC. Jakarta.

Comments

Popular posts from this blog

KEGIATAN AKTIVASI VSAT

PP NOMOR 178 TAHUN 1979 TENTANG UPACARA DI DALAM GERAKAN PRAMUKA